Minggu, 09 Januari 2011

bahaya aktivasi otak tengah

Perdebatan mengenai otak tengah; perlu tidaknya otak tengah
tersebut diaktifkan; terus terjadi. Masyarakat makin memahami
pentingnya menyeimbangkan kedua belahan otak kanan dan kiri, karena
masing-masing belahan tersebut memiliki beragam fungsi yang saling
mengisi dalam perjalanan panjang kehidupan seorang manusia.
Ironisnya seolah belum puas dengan kekayaan kedua belahan otak kita,
sekelompok ilmuwan mulai mengotak-atik dan mencari bagian lain, yang
dinamakan otak tengah. Mereka mencari tahu apakah dengan mengaktivasi
otak tengah kecerdasan seseorang akan makin bertambah, atau mengubah
mereka menjadi jenius, serta memiliki berbagai kecerdasan lain yang
supra-natural?
Di kalangan medis otak tengah ini dikenal sebagai bagian dari
otak manusia yang memiliki fungsi sangat vital, misalnya sebagai pusat
pengendali jantung, pembuluh darah, pernafasan, * refleks-refleks, dan
masih banyak lagi. Berbagai tulisan ilmiah mengenai otak tengah ini
bisa kita baca dalam berbagai tulisan sepuluh tahun terakhir.
Sayangnya sampai hari ini belum ada satupun publikasi ilmiah yang
berani menyatakan bahwa aktivasi otak tengah berhubungan dengan
kecerdasan seseorang, apalagi membuat IQ seseorang meloncat jauh
melebihi IQ manusia pada umumnya, atau dikenal dengan istilah jenius.
Dahulu orang berpikir bahwa kecerdasan identik dengan IQ,
meskipun mereka mengetahui dalam test IQ yang diukur hanyalah
kecerdasan seseorang di bidang matematika, linguistik dan sedikit
visuo-spatial.
Saat ini wawasan kita mulai terbuka, melalui hasil penelitian Prof
Gardner di tahun 1980an diketahui bahwa ada delapan jenis kecerdasan
yang berbeda yang bisa dimiliki oleh masing-masing kita dalam porsi
yang berbeda. Masing-masing kecerdasan tersebut menempati area yang
berbeda di sisi kiri dan kanan otak kita. Kecerdasan yang bervariasi
ini disebut Kecerdasan Multipel (Multiple Intelligence).
Sehubungan dengan otak tengah tadi, muncul pertanyaan, adakah
hubungan antara kecerdasan ini dengan fungsi otak tengah / mid brain
seseorang? Benarkah aktivasi otak tengah membuat seseorang makin
cerdas dan jenius, karena memiliki kemampuan supra-natural?
Anatomi dan Fungsi Otak
Pada saat lahir seorang anak memiliki 100 miliar sel otak yang
disebut sel neuron – jumlah ini sama dengan banyaknya bintang di
galaksi Bima Sakti – serta 1 Triliun sel glia, yang berfungsi sebagai
sel pelindung bagi sel-sel otak tadi. Pembentukan sel-sel otak ini
dimulai sejak minggu ketiga sel sperma membuahi sel telur, dengan
kecepatan tumbuh 250 ribu sel/menit. Pada minggu kesepuluh sel-sel
otak menjadi makin sibuk mempersiapkan diri agar bisa mulai menerima
stimulus / rangsangan dari luar.
Saat usia 3 tahun telah terbentuk 1000 triliun jaringan koneksi /
sinapsis, jumlah ini ternyata 2 kali jumlah jaringan orang dewasa.
Satu sel otak mampu menjalin 15 ribu koneksi dengan sel lain, jaringan
yang sering digunakan akan semakin kuat dan permanen, tetapi yang
jarang digunakan akan mati.
Otak manusia dibagi menjadi enam divisi utama, yaitu Serebrum,
Diensefalon (kedua bagian ini sering disebut sebagai Forebrain /
Pro-ensefalon), Serebelum, Midbrain (Mesencephalon), Pons dan Medula
Oblongata. Tiga bagian terakhir ini disebut brain stem atau batang
otak.
Midbrain (Mesensefalon) terdiri dari superior colliculi dan inferior
colliculi. Superior colliculi merupakan pusat refleks gerakan kepala
dan bola mata ketika berespon terhadap rangsang visual, sedangkan
inferior colliculi merupakan pusat refleks gerakan kepala dan tubuh
ketika berespon terhadap rangsang suara.
Menjadi Jenius?
Nah dikaitkan dengan janji, cukup dengan mengaktifkan otak tengah
(mesensefalon) mampu membuat seorang manusia menjadi jenius; Apakah
definisi jenius? Range IQ normal adalah 90 – 110. Dengan IQ normal
seorang anak bisa tamat SMA, sebagian bahkan tamat S1. Di atas angka
tersebut seseorang disebut Superior, di atasnya lagi adalah Very
Superior, dan jika IQ nya lebih dari 180 orang akan disebut jenius.
Seringkali peringkat IQ bisa membuat anak stres, padahal IQ tak bisa
mengukur kecerdasan emosional (EQ) seseorang.
Anak-anak yang sulit konsentrasi seringkali membuat kewalahan
para orang-tua dan guru. Orang-tua dan guru menduga anak tersebut
bodoh karena nilai akademik di sekolah sangat kurang, padahal bisa
saja mereka ini sebenarnya memiliki kecerdasan yang baik, tetapi
rentang waktu perhatian mereka sangat pendek.
Rentang waktu perhatian ideal anak usia 5 tahun hanya berkisar 5
menit saja, sedangkan anak-anak usia 15 tahun berkisar 15 menit. Untuk
membuat mereka bertahan lebih lama, para pendidik diharapkan mampu
menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Hal ini
haruslah dilakukan secara berkala saat konsentrasi dan perhatian
anak-anak mulai menurun.
Dalam keadaan tertentu seperti takut, sedih akibat depresi dan
berbagai stres / tekanan mental lainnya seseorang menjadi kehilangan
daya konsentrasi, Orang-tua biasanya membawa anak-anak tersebut untuk
berkonsultasi dengan psikiater ataupun psikolog dengan keluhan
kesulitan belajar dan menurunnya prestasi akademik.
Sebenarnya peranan orang-tua sangat besar untuk proses belajar
seorang anak, apa yang orang-tua pikirkan, katakan dan lakukan akan
terus melekat dalam benak anak-anak, mempengaruhi suasana dan
kenyamanan belajar mereka dan mempengaruhi jalan hidup serta masa
depan mereka. Anak-anak bisa mengalami kebahagiaan, atau sebaliknya
depresi – sama seperti orang dewasa yang lain – karena perkataan dan
tindakan orang-tua mereka.
Mengaktivasi Otak
Ada cukup banyak cara yang biasa dipakai untuk mengaktivasi otak,
misalnya dengan alunan musik klasik (yang paling poluler karya-karya
Mozart), lagu-lagu / instrumentalia tertentu, gerakan-gerakan tubuh,
menciptakan suasana tertentu, bermain dengan angka-angka, menambahkan
berbagai bahan chemical, dan masih banyak cara lainnya. Banyak
institusi menawarkan berbagai pelatihan yang menjanjikan untuk
meningkatkan IQ tersebut, dengan memasukkan berbagai metode yang
diyakini dapat menghilangkan tekanan mental para peserta selanjutnya
mempermudah pengaktifan bagian-bagian tertentu otaknya.
Beberapa ilmuwan mencoba mempelajari tentang otak tengah / mid
brain. Harapan mereka sesudah penemuan yang mencengangkan tentang kiri
dan kanan, sekaranglah saatnya mengungkap fenomena tentang otak
tengah. Metode yang digunakan bukan sekedar cara-cara klasik seperti
yang kita kenal di atas, karena program neuro-linguistik (NLP) mereka
sisipkan demi sebuah proses aktivasi yang nantinya mengarah pada suatu
keadaan extra sensory perception (ESP).
Suasana dibuat sedemikian rupa agar semua peserta yang ada di ruangan
tersebut memasuki Alpha State, suatu fase dimana gelombang lambat di
otak manusia, yang membuat seseorang mudah dipengaruhi dan diisi oleh
berbagai hal oleh para instruktur. Metode yang cukup popular dikenal
saat ini adalah BFR (blindfold reading).
Sebagai informasi, di Rusia diperlukan waktu satu tahun bagi seorang
siswa untuk mampu melakukan aksi blindfold. Di Jepang, sedikitnya
perlu waktu tiga bulan untuk melakukannya. Ajaibnya di Indonesia
suatu perusahaan pelatihan menyatakan hanya perlu waktu 12 jam untuk
membuat anak-anak jenius!
Aktivasi dianggap berhasil apabila mereka berhasil mengenali
berbagai macam benda dan halangan di sekitarnya dalam keadaan mata
ditutup. Dengan demikian anak-anak tersebut akan mampu membaca,
menggambar, menghitung, berlari dan menghindari semua rintangan tanpa
menggunakan indera penglihatan mereka yaitu mata.
Bahkan mereka berani menjanjikan, anak-anak akan memiliki kemampuan
tembus pandang, menyusun kartu remi secara urut tanpa melihat, dapat
membaca suatu dokumen rahasia di balik tembok, menghitung uang yang
ada dalam dompet di saku baju seseorang, merangkum seluruh isi
textbook dalam waktu singkat, memprediksi hal-hal buruk yang bakal
terjadi esok, bahkan membaca pikiran orang-orang yang ada di
sekelilingnya agar tak mudah tertipu.
Hal itu bagi mereka dianggap sebagai talenta manusia baru di jaman
modern ini, karena memiliki kecerdasan tersendiri (jenius) dengan
kemampuan extra sensory perception (ESP), sehingga nantinya kita tak
lagi tertarik menonton acara pertandingan sulap The Master.
Pandangan di atas tentu tidak begitu saja dapat dibenarkan,
karena secara medis kita bisa mengenali fungsi fisiologi seluruh organ
dalam tubuh kita. Mengaktifkan dan menciptakan seseorang untuk
memperoleh pengalaman extra sensory perception sudah jauh melenceng
dari ranah medis fisiologis.
Bahkan hal ini erat kaitannya dengan terjadinya berbagai gangguan
mental pada manusia, yang salah satu gejalanya adalah mampu
mendengar, melihat, merasakan dan membaca hal-hal yang tidak bisa
didengar, dilihat, dirasakan dan dibaca oleh orang-orang sehat
lainnya. Sebagai contoh pada kasus-kasus Skizofrenia pasien merasa
yakin dengan kemampuannya membaca isi hati dan pikiran orang-orang
lain di sekelilingnya, serta meyakini berbagai penglihatan dan
pendengaran gaib yang bisa membuat orang lain berdiri bulu kuduknya.
Sampai hari ini belum ada satupun publikasi yang menyatakan
bahwa otak tengah dapat diaktifkan untuk meningkatkan kecerdasan
manusia, apalagi meng-upgrade nya menjadi jenius. Musa A. Haxiu &
Bryan K. Yamamoto (2002) membuat suatu penelitian midbrain pada 24
ekor musang jantan. Hasilnya aktivasi midbrain di daerah
periaquaductal gray (PAG) ternyata justru mengakibatkan otot-otot
polos pernafasan menjadi relaksasi, sehingga mengganggu pernafasan
hewan-hewan tersebut.
Ada beberapa tahapan yang harus dilewati oleh suatu lembaga yang
memiliki ide penelitian sebelum dilemparkan dan dimanfaatkan untuk
kepentingan publik. Minimal telah melalui 10 tahun percobaan di
laboratorium (in vivo), setelah lulus uji klinis, barulah diujikan
pada hewan-hewan percobaan dengan evaluasi sekitar 10 tahun. Pada
tahap ketiga barulah diujikan pada para relawan (biasanya mereka
dibayar) dan kembali dilakukan evaluasi. Dengan demikian dibutuhkan
waktu sekitar 30 tahun untuk membawa suatu metode baru yang aman dalam
masyarakat.
Menurut Peter D. Larsen, Sheng Zhong, dkk. (2001) ada beberapa
hal yang berubah karena aktivasi midbrain, misalnya tekanan arteri
utama (mean arterial pressure), aliran darah di ginjal (renal blood
flow), aliran darah di daerah paha (femoral blood flow), persarafan
daerah bawah jantung (Inferior cardiac), per-syaraf-an simpatis dan
denyut jantung akan makin meningkat, sebaliknya tekanan darah justru
turun, aktivitas persarafan di daerah tulang belakang juga turun.
Peningkatan tekanan arteri, aliran darah ginjal dan paha tersebut bisa
mencapai 328%.
Peranan orang-tua
Seringkali orang-tua terlalu sibuk sehingga tidak punya cukup
waktu untuk memperhatikan buah hati mereka. Waktu 24 jam sehari terasa
kurang, karena saat anak-anak berangkat sekolah pagi-pagi orang-tua
tak bisa bangun dan mengantar mereka, mereka baru pulang kembali ke
rumahnya pada malam hari sesudah anak-anak tertidur. Sebagai
pembenaran diri sendiri para orang-tua sering berkilah, bahwa kualitas
pertemuan mereka dengan anak-anak jauh lebih penting daripada
kuantitas waktu. Benarkah?
Sebuah intitusi bahkan berani menjanjikan bahwa dengan
menyisihkan waktu 15-30 menit saja selama 20-30 hari untuk membantu
anak-anak berlatih sama artinya dengan mendampingi mereka seumur hidup
hingga usia 18 tahun. Semudah itukah hubungan orang-tua dengan anak
terjalin? Cukupkah waktu yang hanya 15-30 menit tadi untuk berdiskusi,
saling curhat, atau sekedar bermain bersama dan bercanda?
Hubungan orang-tua dan anak tidak bisa dibatasi seperti halnya
sebuah mata pelajaran di sekolah. Memang ikatan emosional diantara
mereka akan sangat menentukan kualitas hubungan yang terjalin.
Idealnya orang-tua memiliki waktu yang tak terbatas untuk
anak-anaknya, demi sebuah proses kematangan dan kemandirian. Bahkan
saat anak-anak beranjak dewasa dan menikah seringkali mereka masih
ingin duduk bermanja-manja dengan orang-tuanya. Saat mereka menghadapi
berbagai permasalahan hidup salah satu tempat yang nyaman untuk
berbagi adalah orang-tua mereka.
Target dan evaluasi pembuktian kejeniusan sesudah aktivasi otak tengah
Sesudah melalui program latihan ini anak-anak akan mempunyi
kemampuan untuk melihat dengan sentuhan (skin vision). Sebagian anak
lainnya yang telah teraktifasi otak tengahnya mampu melihat kartu
secara detail dengan penciuman atau pendengarannya. Sebagian lainnya
mengatakan mereka mampu melihat, menulis, membaca, dan mewarnai di
dalam kegelapan total. Selain itu mereka juga akan memiliki Loving
Inteligence. Mereka adalah individu yang seimbang dan mengasihi orang
lain seperti sang pencipta.
Bagaimana dengan harapan orang-tua yang telah mengirim dan
membayar biaya yang cukup tinggi demi mengikutkan anak-anak mereka
dalam pelatihan ini? Setelah sekian bulan tentu saja para orang-tua
berharap anak-anak mereka akan memiliki prestasi akademik yang lebih
baik. Secara teoritis, nilai sekolah seharusnya meningkat, karena
selepas aktifasi otak tengah tersebut, memori dan konsentrasi akan
meningkat dan cukup banyak potensi penting dalam diri anak yang akan
dibangkitkan. Namun kenyataannya tidaklah sesederhana itu karena
peningkatan kemampuan akademis ternyata tidak sesederhana yang
dibayangkan.
Penelitian Bjorn H. Schott, Constanze I Seidenbecher dkk. (2006)
menyatakan bahwa pada manusia, memory seseorang dipengaruhi oleh
banyak faktor, jadi tidak sama dengan binatang. Telah dilakukan
pembuktian secara anatomi dan behavior dengan mempergunakan alat MRI,
diperoleh hasil yang tidak signifikan. Yang membedakan memori adalah
faktor genetik (kromosome 17q11 dan 7q36), hal ini dikenal sebagai
polymorphisme dopamine pada kromosom.
Hal ini yang tentunya menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi
masyarakat, karena sebelumnya orang-tua begitu antusias mengharapkan
anaknya akan berubah menjadi anak-anak yang jenius dan memiliki banyak
kemampuan lebih sesudah mengikuti program pelatihan otak tengah ini,
lagipula orang-tua telah mengeluarkan sejumlah besar biaya.
Menurut Bjorn H. Schott, Daniela B. Sellner dkk. (2004) terdapat
hubungan erat antara formasi memori di hipokampus dan neuro-modulasi
dopaminergik, terutama di Ventral Tegmental Area (VTA) dan medial
Substansia Nigra midbrain. Teknik yang dipakai untuk mengaktivasi otak
disesuaikan dengan lokasi, memakai kata-kata yang menyenangkan,
hitungan-hitungan silabus, dan sebagainya. Namun aktivasi tersebut
tidak relevan dengan tugas-tugas yang harus dipelajari.
Tulisan Hugo D. Critchley, Peter Taggart dkk. (2005) membuat kita
terperangah, karena ternyata induksi lateralisasi aktifitas midbrain
dapat mengakibatkan mental stres, serta berbagai stres lain yang akan
memicu gangguan irama jantung dan kematian mendadak (sudden death).
Penyebabnya adalah karena tidak seimbangnya dorongan simpatetik
persyarafan jantung.
Perlukah aktivasi otak tengah?
Orangtua perlu menghargai setiap talenta yang dimiliki
anak-anaknya, karena pada dasarnya semua anak adalah cerdas.
Kecerdasan ini tidak bisa disamakan dengan IQ, karena saat ini kita
telah mengenal delapan macam kecerdasan, yang dikenal sebagai multiple
intelligence yang ada dalam diri manusia. Mereka yang tidak bisa
matematika dan IQ nya rendah bukan berarti tidak cerdas, karena
mungkin saja mereka memiliki kecerdasan inter personal yang baik.
Suatu tantangan bagi para orangtua dan kita semua yang memiliki
anak, mampukah kita menghasilkan anak-anak yang bukan sekedar CERDAS,
tetapi juga BAIK dan BERMORAL? Cerdas bahkan genius saja belumlah
cukup. Karena dengan kecerdasan saja tidak menjamin mereka membuat
dunia ini menjadi lebih baik. Banyak orang-orang cerdas justru
mencelakai orang lain, memanipulasi suatu keadaan demi keuntungan
dirinya sendiri.
Mengapa dalam waktu 12 jam pelatihan atau satu setengah hari
saja anak-anak tersebut bisa berubah? Salah satunya adalah kenyataan
bahwa anak-anak dengan perilaku bermasalah sebenarnya membutuhkan
perhatian dari orangtua mereka. Dalam program pelatihan midbrain
tersebut semua orangtua diharapkan memperhatikan anaknya, mau melatih
kembali anak-anak tersebut di rumah, termasuk setelah latihan selesai.
Yang terjadi di sini sebenarnya adalah anak-anak tersebut dilatih
untuk peka terhadap berbagai bahaya dan rintangan yang ada di depan,
serta ‘dipaksa untuk bersikap dan berperilaku lebih baik’ karena
mereka telah diberikan teladan yang baik oleh orangtua dan orang-orang
dewasa di sekelilingnya.
Penutup
Yang terjadi pada anak-anak tersebut sebenarnya bukan JENIUS
(memiliki IQ yang sangat tinggi atau di atas 140), melainkan latihan
untuk suatu kewaspadaan (AWARENESS) terhadap apapun yang ada di
sekeliling mereka.
Kondisi semacam ini perlu kita cermati lebih baik, mengingat kondisi
awareness yang berlebihan akan membuat seseorang mengalami berbagai
gangguan jiwa, dari gejala yang ringan berupa Gangguan Cemas
Menyeluruh, sampai tipe berat berupa Gangguan Paranoid.
Itulah sebabnya orangtua diminta waspada dan berhati-hati sebelum
mengirim anak-anak mereka ke suatu institusi yang menawarkan sanggup
mengubah anak-anak menjadi jenius dalam waktu singkat.
Orangtua perlu menghargai setiap talenta yang dimiliki
anak-anaknya, karena pada dasarnya semua anak adalah cerdas. Suatu
tantangan bagi para orangtua dan kita semua yang memiliki anak,
mampukah kita menghasilkan anak-anak yang bukan sekedar CERDAS, tetapi
juga BAIK dan BERMORAL? Cerdas bahkan genius saja belumlah cukup.
Karena dengan kecerdasan saja tidak menjamin mereka membuat dunia ini
menjadi lebih baik. Banyak orang-orang cerdas justru mencelakai orang
lain, memanipulasi suatu keadaan demi keuntungan dirinya sendiri.


lia aulia fachrial
2pa01
15509806

Tidak ada komentar:

Posting Komentar